Legenda Putri Mandalika

Lombok adalah pulau dengan sejuta keanggunan. Keindahan pantai-pantai di Selatan Pulau Lombok adalah permata yang tidak pernah pudar kilaunya. Di balik semua keberkahan itu, tersimpan sebuah cerita legenda yang menyatukan semua orang di Pulau Lombok: Legenda Putri Mandalika.

Inilah cerita legenda itu, yang dituturkan turun-temurun di masyarakat Pulau Lombok.

Alkisah dahulu kala di Pulau Lombok terdapatlah sebuah kerajaan yang makmur. Rakyatnya hidup tenteram berkat kepemimpinan sang Raja yang adil dan bijaksana. Raja yang dicintai rakyatnya tersebut dikisahkan memiliki seorang putri yang berparas cantik, yang konon di wajahnya seperti terpancar keindahan warna laut di Selatan Pulau Lombok. Seorang putri yang terberkati dengan sifat-sifat bijak sang Raja, rasa keadilan, serta cinta pada seluruh rakyatnya.

Keanggunan sikap, kecantikan paras, serta kepribadian yang luhur, menjadikan Putri Mandalika sebagai sosok yang juga dicintai oleh seluruh rakyat. Pun kabar tentang Putri Mandalika, terdengar hingga seluruh penjuru negeri, membuat banyak pemuda, pangeran, dan ksatria dari berbagai pelosok, datang menaruh hati pada sang Putri.

Lamaran pada sang Putri tak terhitung banyaknya. Para pemuda, pangeran, dan ksatria yang telah jatuh hati pada sang Putri, bahkan sampai mendeklarasikan kesiapan untuk saling bertarung, demi mendapatkan cinta dari Putri Mandalika.

Benih perpecahan di antara penduduk ini, menjadikan sang Raja, ayah sang Putri yang memang terkenal sangat mencintai rakyatnya, begitu khawatir. Ia tentunya tak ingin ketenteraman yang telah lama ia bangun di masyarakat, rusak akibat perebutan cinta ini. Namun demikian, ia menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada sang Putri. Sang Raja tak ingin memaksakan kehendaknya pada sang Putri, dan memberikannya waktu untuk berpikir dengan tenang. Ia tahu, sang Putri pasti akan membuat keputusan terbaik setelahnya.

Putri Mandalika pun memanfaatkan waktu untuk bersemedi, berpikir matang-matang, dan mencari petunjuk dalam menentukan pilihan.

Keputusan pun diambil. Para pemuda, prajurit, dan pangeran, dan seluruh masyarakat yang ingin mendapatkan cinta dari Putri Mandalika, diminta hadir pada dini hari sebelum terbit fajar di Pantai Seger pada tanggal 20 bulan 10 pada penanggalan Suku Sasak. Semua harus hadir, tidak hanya membawa diri, tapi juga membawa pasukannya.

Para pemuda, pangeran, dan ksatria itu pun datang berduyun-duyun pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. Segala keberanian dan peralatan perang telah dipersiapkan, begitu pun dengan prajurit setia masing-masing. Semua bahkan telah siap bertaruh nyawa demi mendapatkan sang Putri.

Lautan manusia telah memadati Pantai Seger, semua harap-harap cemas menunggu keputusan sang Putri.

Waktu yang dinantikan pun tiba, Putri Mandalika naik ke atas bukit, dan berbicara langsung kepada semua yang hadir,

“oh, ayah dan ibuku yang sangat aku cintai. Sungguh sebesar apapun cintaku pada kalian, tak akan pernah lebih besar dari cinta yang telah kalian curahkan kepadaku.

“oh, pangeran-pangeran, pemuda, para ksatria, dan seluruh rakyat Tonjang Beru, yang aku, ayahku, dan ibuku, cintai. Setelah mempertimbangkan dengan segenap kehati-hatian, berkat petunjuk dari Sang Pencipta, aku, Putri Mandalika, telah memutuskan untuk menjadi milik kalian semuanya. Aku telah ditakdirkan menjadi Nyale, yang dapat kalian nikmati bersama-sama. Bersama-sama pada waktu Nyale tampak di pesisir.”

Putri Mandalika pun langsung lompat dari atas bukit ke arah laut, dan hilang ditelan debur ombak.

Semua begitu terkejud dengan tindakan sang Putri. Panik, para pangeran, pemuda, ksatria, dan seluruh rakyat tumpah ruah berlarian ke laut mencari sang Putri, mencoba menyelamatkannya, namun tiada tanda-tanda keberhasilan. Mereka hanya mendapatkan Nyale, yang banyak sekali bermunculan di tepi pantai.

Nyale adalah binatang laut yang bentuknya seperti cacing dengan warna-warni yang sangat indah, dan hanya muncul sekali dalam setahun pada tanggal yang sama saat menghilangnya Putri Mandalika di tengah laut. Pada tanggal kemunculan Nyale, seluruh masyarakat berkumpul di pantai Seger dan sekitarnya untuk mencari Nyale untuk dikonsumsi, sambil mengenang kisah Putri Mandalika.

Demikianlah, Putri Mandalika yang mengorbankan dirinya demi menghindari perpecahan di negeri yang dicintainya. Ia memilih menjadi Nyale, dan bisa dinikmati semua orang. Hari kemunculan Nyale ini setiap tahun diselenggarakan di Lombok Tengah dalam event Festival Bau Nyale. Hari event Festival Bau Nyale ini ditetapkan oleh tetua adat, dan menjadi event pariwisata rutin di Lombok Tengah. Biasanya, event Festival Bau Nyale diselenggarakan pada bulan Februari atau Maret, di Pantai Kuta, Pantai Seger, dan banyak pantai lainnya di sekitar Kecamatan Pujut.

Dan Mandalika kini kembali mempercantik diri, menyambut wisatawan, memikat hati siapapun yang hadir di Lombok Tengah. Karena sejatinya, cinta Mandalika adalah milik kita semua.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Artikel Terkait