Di Desa Lendang Ara, Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah, terdapat sebuah ritual atau tradisi khusus untuk menghalau wabah penyakit yang dikenal dengan Bettulak.
Menurut Agus Salim, selaku ketua adat Desa Lendang Are, Bettulak berasal dari kata “Tulak” atau dalam bahasa Indonesia berarti kembali. Sehingga dalam hal ini dimaknai bahwa, tradisi Bettulak ini dilakukan agar dikembalikan segala wabah penyakit dan tidak masuk ke Desa Lendang Are.
“Menurut kepercayaan para orang tua kami dulu, ritual Bettulak ini dilakukan setiap akan ada ciri-ciri wabah-wabah penyakit, sehingga kami mempercayai bahwa, ketika tradisi ini dilakukan maka segala wabah penyakit tidak bisa masuk ke desa kami,” kata Agus Salim.
Dalam pelaksanaan tradisi ini, warga desa akan berbondong-bondong untuk mengelilingi empat titik pintu masuk desa yang dilaksanakan pada malam hari ba’da sholat isa’.
Sedangkan perlengkapan yang dibawa pada saat ritual ini berlangsung diantarnya adalah Reke atau semacam sesajen yang didalamnya berisikan ayam panggang, kembang dan lainnya. Kemudian Burdah dan Penyaweq yang terbuat dari pucuk pohon aren serta mpok-mpok atau padi yang telah digoreng.
Sebelum berkeliling desa, warga bersama tokoh masyarakat, tokoh agama serta tokoh adat terlebih dahulu melakukan serakal atau doa bersama di masjid.
Kemudian setelah itu, barulah mereka akan menuju setiap titik pintu masuk desa untuk melakukan ritual.
Ketika telah sampai di titik yang telah ditentukan atau dalam hal ini perbatasan dari Desa Lendang Are, rombongan pertama-tama akan mengumandangkan azan bersama.
Setelah itu, barulah Penyaweq lalu dijampi-jampi dan disemburkan oleh tokoh adat dan ditancapkan di pintu masuk desa. Adapun makna dari Penyaweq ini adalah sebagai tanda bahwa ini sebagai batas desa, maka segala bentuk penyakit atau wabah hanya bisa datang sampai perbatasan desa atau dihadang dan tidak bisa masuk lagi kedalam desa.
“Kemudian barulah kita hamburkan mbok-mbok yakni padi yang telah digoreng tersebut serta ayam panggang yang kita patahkan kepala dan kakinya dan kita siapkan untuk mereka (jin), yang kami percaya dapat membawa dan memindahkan wabah-wabah penyakit itu,” lanjut Agus Salim.
Proses ritual yang sama pun dilakukan di masing-masing pintu masuk desa. Kemudian setelah ritual berlangsung, barulah sebagai penutup acara, semua rombongan akan roah atau makan bersama sebagai bentuk suka cita atas ritaual yang baru saja mereka selesaikan.
Pelaksanaan tradisi Bettulak Desa Lendang Ara ini pun telah dilaksanakan secara turun temurun dan telah menjadi pusaka atau warisan para pendahulu mereka.