Penanggalan Sasak atau Warige (bahasa Sasak) adalah sistem penanggalan atau perhitungan waktu dengan menggunakan media bulan, dan bintang bahkan memanfaatkan kondisi alam sebagai indikator penentuannya. Pada jaman dulu, cara ini dimanfaatkan oleh masyarakat Sasak dan beberapa suku di Indonesia untuk mengetahui waktu, baik itu hari dan bulan. Karena masyarakat Sasak mengenal berbagai kearifan lokal dan mempertahankan budaya leluhur, sehingga sampai saat ini sistem penanggalan Sasak masih dipergunakan untuk menentukan hari baik untuk menyelenggarakan hari sakral, seperti Bau Nyale, begawe merariq (pesta pernikahan), dan dipergunakan di bidang pertanian, nelayan bahkan pertukangan bangunan.
Bau Nyale adalah tradisi masyarakat Sasak menangkap (bau) cacing laut (Nyale) di pantai selatan yang dimana masyarakat Sasak percaya bahwa Nyale adalah jelamaan putri Mandalika setelah ia membuang dirinya ke pantai selatan karena banyak sekali pangeran yang menginginkannya dahulu. Tradisi ini dilaksanakan setiap bulan 10 tanggal 20 menurut penanggalan Sasak (Mangsa Sasak) di beberapa pantai selatan Pulau Lombok.
Mungkin di kalangan masyarakat lokal bahkan nasional, tradisi Bau Nyale sudah tidak asing lagi karena sudah biasa didengar dan dilihat baik secara langsung maupun melalui media sosial. Namun di luar semua itu, masyarakat harus tahu bahwa peristiwa Bau Nyale ini menitipkan satu pesan ilmu pengetahuan budaya dari putri Mandalika yang mengatakan “datanglah besok temui aku setiap tanggal 20 bulan 10”. Masyarakat pun bingung apa yang dimaksud oleh putri Mandalika. Melalui pesan ini yang dimaksud tanggal 20 bulan 10 bukanlah tanggal baru, bulan baru atau tahun baru, melainkan adalah Mangsa Sasak.
Pranata Mangsa dalam bahasa Jawa berarti ketentuan musim, dalam arti luas merupakan suatu khasanah ilmu pengetahuan untuk menentukan waktu dengan menggunakan isyarat alam dan bintang. Dalam penetapan waktu, Mangsa Sasak ditentukan oleh perjalanan bintang, tidak seperti tanggal dan bulan kalender yang ditentukan oleh dua objek, yaitu matahari dan bulan. Ini adalah pesan ilmu pengetahuan Nusantara yang tersirat dalam ucapan putri Mandalika. Di Jawa dan Sunda dalam penentuan tanggal menggunakan acuan bintang Orion kalau dalam Base Sasak disebut bintang Tenggale. Sedangkan masyarakat Sasak menggunakan bintang Pleiades yang berada pada rasi bintang Taurus yang oleh masyarakat Sasak disebut bintang Rowot.
Ini merupakan titik awal penentuan tanggal 20 bulan 10 yang tersurat dalam pesan Putri Mandalika. Dimulai dari perhitungan awal, masuk Mangse sak (bahasa Sasak) atau mangsa kesatu itu pada saat kembalinya bintang Rowot (Pleiades) ke posisi aslinya yang orang sasak menyebutnya Ngandang Rowot. Ngandang Rowot ini pasti jatuh pada bulan Mei secara perhitungan lunar atau matahari.
Berangkat dari penentuan bulan sak (Mangsa kesatu), kemudian menghitung Mangsa sepuluh. Mangsa sepuluh ini berumur 24 sampai 25 hari yakni antara bulan Februari hingga pertengahan bulan Maret. Perlu diketahuai bahwa perhitungan Mangsa ini tidak seperti penanggalan bulan yang berkisar 29 sampai 30 hari maupun penanggalan matahari yang umurnya konstan yaitu berkisar 30 sampai 31 hari, tapi kalau perhitungan Mangsa Sasak ini ada Mangsa yang umurnya sampai 40 sampai 41 hari.
Pengkosmos Sasak selalu menggunakan bintang untuk mengenali tanda-tanda, salah satu tanda alam itu adalah datangnya makhluk purba yang orang Sasak sebutnya Nyale. Makhluk itu pasti datang pada Mangsa 10 tanggal 20 atau dalam penanggalan matahari yaitu bulan Februari atau Maret, bulannya berputar terus menurut peredaran Ngandang Rowot. Entah ini mitologi atau legenda, yang jelas masyarakat Sasak percaya bahwa Mandalika ini adalah manusia sempurna yang memilih kehidupan abadi dengan memberikan manfaat, lalu berbaur dengan alam dan disambut oleh binatang laut yang disebut Nyale (secara fisik), kemudian parasnya yang cantik dan cahayanya yang terang sehingga menjulang ke langit setiap malam dan menjadi bintang Rowot, inilah lagenda yang berkembang.
Sehubung dengan penanggalan Sasak, Bau Nyale putaran tahun ini menurut perhitungan berbagi mashab Rowot, pemimpin Sangkep dalam sidang Sangkep Warige yang diselenggarakan di Kampung Sasak Ende pada hari Rabu, 11 Januari 2023 menyampaikan “Secara Astronomi,fullmoon pada bulan Februari 2023 jatuh pada tanggal 6 Februari tepatnya jam 02:00 dini hari. Kemudian menurut perintah dari Mandalika ”datanglah tanggal 20 bulan 10” maka dihitung pada fullmoon lima sampai enam hari ke depan, (karena bulan purnama menandakan malam ke-15 disetiap bulannya). Jadi, Bau Nyale pada tahun 2023 jatuhnya tanggal 19 sampai 20 mangsa kesepuluh atau bertepatan dengan tanggal 10-11 Februari 2023”. Kata Faturrahman
(Dikutip dari pidato H.L Agus Faturrahman pada saat Sangkep Warige 2023)
Kontributor – Danu