Mandalika Art Community menggelar pameran seni rupa di taman Budaya Mataram yang berlangsung sejak 25 Februari hingga 5 Maret mendatang.
“Pameran kali ini mengusung tema tradisi Besiru, sebuah tradisi pola kerja gotong royong yang lekat dimasyarakat Nusa Tenggara Barat,” kata Sasih Gunalan, selaku Aksilarator lokal dari Kemenparkraf untuk subsektor seni rupa itu Kamis (2/3/2023).
Dalam struktur masyarakat adat di Nusa Tenggara Barat, tradisi besiru menjadi kerangka kemasyarakatan yang telah lama ada dan sangat dekat dengan segala aktivitas masyarakatnya.
Konsep dari tradisi besiru menganut istilah berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Istilah ini pu cukup merepsentasikan makna dari tradisi besiru pada masyarkat sasak yang menekankan aktivitas kebersamaan dan konsep gotong royong.
“Konsep ini, memiliki nilai-nilai keutamaan dalam kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat yang terus dipelihara,” ungkap Kurator asal Lombok Tengah itu.
Praktik besiru biasanya diaktualisasikan masyarakat, pada proses aktivitas kerja di ladang. Dimulai dari mengelola tanah pertanian, menanam hingga melaksanakan panen secara bergilir tanpa upah.
Dalam kegiatan ini, biasanya setiap individu akan secara bersama-sama dan bergotong royong untuk bekerja dalam menyelesaikan pekerjaan ladang salah satu anggota besiru.
Kegiatan itu pun akan terus berlanjut secara bergiliran untuk menyelesaikan pekerjaan ladang anggota besiru lainya.
“Sehinga tradisi Besiru menjadi sangat repsentasif dengan kondisi masyarakat kita yang kemudian kami akan menjadi tema dalam pameran ini,” kata Sasih Gunalan.
Pada kegiatan pameran ini, terdapat 25 karya individu dari seluruh komunitas yang ada di Nusa Tenggara Barat.
Disamping itu, terdapat juga 2 karya kolaboratif yang berjudul Secobek Mandalika dan Suara dan Harapan yang juga mengadopsi konsep dan filosofi kerja tradisi besiru dalam proses penciptaannya.
“Setelah di Lombok, Pameran kedua juga nantinya akan digelar di Pulau Sumbawa dengan memamerkan 22 karya individu dan 1 karya kolboratif,” kata Sasih Gunalan
“Itu dilakukan agar pemusatan kegiatan kesenian juga tidak hanya di lakukan di Lombok saja, namun juga dapat merata hingga di Pulau Sumbawa,” pungkasnya.